Tan Malaka

Dia kukuh
mengkritik terhadap pemerintah kolonial Hindia-Belanda
maupun pemerintahan republik di bawah Soekarno
pasca-revolusi kemerdekaan Indonesia. Walaupun berpandangan sosialis, ia juga
sering terlibat konflik dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Tan Malaka
menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam pembuangan di luar Indonesia, dan
secara tak henti-hentinya terancam dengan penahanan oleh penguasa Belanda dan
sekutu-sekutu mereka. Walaupun secara jelas disingkirkan, Tan Malaka dapat
memainkan peran intelektual penting dalam membangun jaringan gerakan sosialis
internasional untuk gerakan anti penjajahan di Asia Tenggara. Ia dinyatakan
sebagai pahlawan nasional melalui Ketetapan Presiden RI No. 53 tanggal 23 Maret
1963.
Tan Malaka juga
seorang pendiri partai PARI dan Murba, berasal dari Sarekat Islam
(SI) Jakarta dan Semarang. Ia dibesarkan dalam suasana semangatnya gerakan
modernis Islam Kaoem Moeda di Sumatera Barat.
Tokoh ini
diduga kuat sebagai orang di belakang peristiwa penculikan Sutan Sjahrir
bulan Juni 1946 oleh sekelompok orang tak dikenal di Surakarta sebagai akibat
perbedaan pandangan perjuangan dalam menghadapi Belanda.
Riwayat
- Tahun 1897, Tan Malaka lahir di Suliki, Sumatera Barat. Dia lahir di tengah-tengah lingkungan Minangkabau, dari pasangan Rasad Caniago dan Sinah Simabur.
- Saat berumur 16 tahun, 1913, setelah tamat Kweekschool Bukit Tinggi, atas bantuan gurunya dengan pinjaman biaya dari Engkufonds, meneruskan pelajarannya ke Rijks Kweekschool di Haarlem, Belanda.
- Tahun 1919 ia kembali ke Indonesia dan bekerja sebagai guru disebuah perkebunan di Deli. Ketimpangan sosial yang dilihatnya di lingkungan perkebunan, antara kaum buruh dan tuan tanah menimbulkan semangat radikal pada diri Tan Malaka muda.
- Tahun 1921, ia pergi ke Semarang dan bertemu dengan Semaun dan mulai terjun ke kancah politik
- Saat kongres PKI 24-25 Desember 1921, Tan Malaka di undang dalam acara tersebut.
- Januari 1922 ia ditangkap dan dibuang ke Kupang.
- Pada Maret 1922 Tan Malaka diusir dari Indonesia dan mengembara ke Berlin, Moskwa dan Belanda.
- Mewakili Indonesia dalam Kongres Komunis Internasional (Komintern) IV, kemudian diangkat sebagai Wakil Komintern di Asia dan berkedudukan di Kanton.
- Tahun 1924, diangkat sebagai Ketua Biro Buruh Lalu Lintas dalam sebuah Konferensi Pan-Pasifik yang diselenggarakan oleh utusan-utusan Komintern dan Provintern.
- Tahun 1924, menerbitkan buku "Naar de Republiek Indonesia" (Menuju Republik Indonesia) yang berisi konsep tentang negara Indonesia yang tengah diperjuangkan. Lebih dulu dari pleidoi Mohammad Hatta didepan pengadilan Belanda di Den Haag yang berjudul "Indonesia Vrije" (Indonesia Merdeka) (1928) atau tulisan Soekarno yang berjudul "Menuju Indonesia Merdeka" (1933)
- Tahun 1925, masuk Filipina dengan nama Elias Fuentes dan berhasil menghubungi salah seorang sahabat Semaun di sana, selanjutnya mendorong didirikannya Partai Komunis Filipina.
- Tahun 1926, masuk Singapura dengan nama Hasan Gozali, bertemu dengan Subakat, Sugono dan Djamaluddin Tamim yang berhasil meloloskan diri dari Indonesia.
- Tahun 1927, bersama Subakat, Sugono, dan Djamaluddin Tamim mendirikan PARI (Partai Republik Indonesia).
- Tahun 1932, berhasil masuk Hongkong dengan nama Ong Soong Lee, kemudian tertangkap oleh Polisi Rahasia Inggris. Setelah lebih kurang 2 ½ bulan ditahan dalam penjara Hongkong, Tan Malaka mendapat keputusan dikeluarkan ke Shanghai.
- Tahun 1936, mendirikan dan mengajar pada School for Foreign Languages di Amoy, Cina.
- Tahun 1937, Tan Malaka masuk Burma kemudian ke Singapura, bekerja sebagai guru bahasa Inggris di Sekolah Menengah Tinggi Singapura.
- Tahun 1942, Tan Malaka masuk Penang menuju Medan, Padang, dan akhirnya tiba di Jakarta.
- Tahun 1943, menulis buku dan menyusun kekuatan bawah tanah (ilegal), dengan menjadi buruh (romusha) pada tambang batu bara di Bayah (Banten) dengan nama Husein.
- Tahun 1945, mendorong para pemuda yang bekerja di bawah tanah pada masa pendudukan Jepang (Sukarni, Chairul Saleh, Adam Malik, Pandu Kartawiguna, Maruto, dan lain-lain) untuk mencetuskan revolusi yang kemudian terjadi dengan Proklamasi Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
- Tahun 1946, menjadi promotor Persatuan Perjuangan yang mengikatkan persatuan antara sejumlah 141 organisasi terdiri dari pimpinan partai, serikat-serikat buruh, pemuda, wanita, tentara, dan laskar.
- Tahun 1947, menentang politik Perundingan Linggarjati.
- Tahun 1948, menentang politik Perundingan Renville. Mendirikan Partai Murba dan Gerilya Pembela Proklamasi.
- 21 Februari 1949, Tan Malaka mati terbunuh di Kediri, Jawa Timur.
Perjuangan
Pada tahun 1921
Tan Malaka telah terjun ke dalam gelanggang politik. Dengan semangat yang
berkobar dari sebuah gubuk miskin, Tan Malaka banyak mengumpulkan pemuda-pemuda
komunis. Pemuda cerdas ini banyak juga berdiskusi dengan Semaun (wakil ISDV) mengenai pergerakan revolusioner
dalam pemerintahan Hindia Belanda. Selain itu juga merencanakan
suatu pengorganisasian dalam bentuk pendidikan bagi anggota-anggota PKI dan SI
(Sarekat Islam)
untuk menyusun suatu sistem tentang kursus-kursus kader serta ajaran-ajaran
komunis, gerakan-gerakan aksi komunis, keahlian berbicara, jurnalistik dan
keahlian memimpin rakyat. Namun pemerintahan Belanda melarang pembentukan
kursus-kursus semacam itu sehingga mengambil tindakan tegas bagi pesertanya.
Melihat hal itu
Tan Malaka mempunyai niat untuk mendirikan sekolah-sekolah sebagai anak-anak
anggota SI untuk penciptaan kader-kader baru. Juga dengan alasan pertama:
memberi banyak jalan (kepada para murid) untuk mendapatkan mata pencaharian di
dunia kapitalis (berhitung, menulis, membaca, ilmu bumi, bahasa Belanda,
Melayu, Jawa dan lain-lain); kedua, memberikan kebebasan kepada murid untuk
mengikuti kegemaran mereka dalam bentuk perkumpulan-perkumpulan; ketiga, untuk
memperbaiki nasib kaum miskin. Untuk mendirikan sekolah itu, ruang rapat SI
Semarang diubah menjadi sekolah. Dan sekolah itu bertumbuh sangat cepat hingga
sekolah itu semakin lama semakin besar.
Perjuangan Tan
Malaka tidaklah hanya sebatas pada usaha mencerdaskan rakyat Indonesia pada
saat itu, tapi juga pada gerakan-gerakan dalam melawan ketidakadilan seperti
yang dilakukan para buruh terhadap pemerintahan Hindia Belanda lewat VSTP dan aksi-aksi
pemogokan, disertai selebaran-selebaran sebagai alat propaganda yang ditujukan
kepada rakyat agar rakyat dapat melihat adanya ketidakadilan yang diterima oleh
kaum buruh.
Seperti
dikatakan Tan Malaka pada pidatonya di depan para buruh “Semua gerakan buruh
untuk mengeluarkan suatu pemogokan umum sebagai pernyataan simpati, apabila
nanti menglami kegagalan maka pegawai yang akan diberhentikan akan didorongnya
untuk berjuang dengan gigih dalam pergerakan revolusioner”.
Pergulatan Tan
Malaka dengan partai komunis di dunia sangatlah jelas. Ia tidak hanya mempunyai hak
untuk memberi usul-usul dan dan mengadakan kritik tetapi juga hak untuk
mengucapkan vetonya atas aksi-aksi yang dilakukan partai komunis di daerah
kerjanya. Tan Malaka juga harus mengadakan pengawasan supaya anggaran dasar,
program dan taktik dari Komintern (Komunis Internasional) dan Profintern
seperti yang telah ditentukan di kongres-kongres Moskwa diikuti
oleh kaum komunis dunia. Dengan demikian tanggung-jawabnya sebagai wakil
Komintern lebih berat dari keanggotaannya di PKI.
Sebagai seorang
pemimpin yang masih sangat muda ia meletakkan tanggung jawab yang sangat berat
pada pundaknya. Tan Malaka dan sebagian kawan-kawannya memisahkan diri dan
kemudian memutuskan hubungan dengan PKI, Sardjono-Alimin-Musso.
Pemberontakan
1926 yang direkayasa dari Keputusan Prambanan yang berakibat bunuh diri bagi
perjuangan nasional rakyat Indonesia melawan penjajah waktu itu. Pemberontakan
1926 hanya merupakan gejolak kerusuhan dan keributan kecil di beberapa daerah
di Indonesia. Maka dengan mudah dalam waktu singkat pihak penjajah Belanda
dapat mengakhirinya. Akibatnya ribuan pejuang politik ditangkap dan ditahan.
Ada yang disiksa, ada yang dibunuh dan banyak yang dibuang ke Boven Digoel, Irian Jaya. Peristiwa ini
dijadikan dalih oleh Belanda untuk menangkap, menahan dan membuang setiap orang
yang melawan mereka, sekalipun bukan PKI. Maka perjaungan nasional mendapat
pukulan yang sangat berat dan mengalami kemunduran besar serta lumpuh selama
bertahun-tahun.
Tan Malaka yang
berada di luar negeri pada waktu itu, berkumpul dengan beberapa temannya di Bangkok.
Di ibu kota Thailand
itu, bersama Soebakat dan Djamaludddin Tamin, Juni
1927 Tan Malaka memproklamasikan berdirinya Partai
Republik Indonesia (PARI). Dua tahun sebelumnya Tan Malaka telah
menulis "Menuju Republik Indonesia". Itu ditunjukkan kepada
para pejuang intelektual di Indonesia dan di negeri Belanda. Terbitnya buku itu
pertama kali di Kowloon,
Hong Kong,
April 1925.
Prof. Mohammad
Yamin, dalam karya tulisnya "Tan Malaka Bapak Republik
Indonesia" memberi komentar: "Tak ubahnya daripada Jefferson
Washington merancangkan Republik Amerika Serikat sebelum kemerdekaannya
tercapai atau Rizal Bonifacio meramalkan Philippina sebelum revolusi Philippina
pecah…."
Pahlawan
Peristiwa 3 Juli 1946 yang didahului
dengan penangkapan dan penahanan Tan Malaka bersama pimpinan Persatuan Perjuangan, di dalam penjara
tanpa pernah diadili selama dua setengah tahun. Setelah meletus pemberontakan
FDR/PKI di Madiun, September 1948 dengan pimpinan Musso dan Amir
Syarifuddin, Tan Malaka dikeluarkan begitu saja dari penjara akibat
peristiwa itu.
Di luar, setelah
mengevaluasi situasi yang amat parah bagi Republik Indonesia akibat Perjanjian Linggajati 1947 dan Renville 1948, yang merupakan buah dari hasil
diplomasi Sutan Syahrir dan Perdana Menteri Amir
Syarifuddin, Tan Malaka merintis pembentukan Partai Murba, 7 November
1948 di Yogyakarta.
Pada tahun 1949
tepatnya bulan Februari Tan Malaka hilang tak tentu rimbanya, mati tak tentu
kuburnya di tengah-tengah perjuangan bersama Gerilya Pembela Proklamasi di Pethok, Kediri, Jawa Timur.
Tapi akhirnya misteri tersebut terungkap juga dari penuturan Harry A. Poeze,
seorang Sejarawan Belanda yang menyebutkan bahwa Tan Malaka ditembak mati pada
tanggal 21 Februari 1949 atas perintah Letda Soekotjo dari Batalyon Sikatan,
Divisi Brawijaya[1].
Direktur
Penerbitan Institut Kerajaan Belanda untuk Studi Karibia dan Asia Tenggara atau
KITLV, Harry A Poeze kembali merilis hasil penelitiannya, bahwa Tan Malaka
ditembak pasukan TNI di lereng Gunung Wilis, tepatnya di Desa Selopanggung,
Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri pada 21 Februari 1949.
Namun
berdasarkan keputusan Presiden RI No. 53, yang ditandatangani Presiden Soekarno
28 Maret
1963 menetapkan bahwa Tan
Malaka adalah seorang pahlawan kemerdekaan Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar